Lorcan Dillon, seorang bocah di Inggris, didiagnosis dengan gangguan kebisuan selektif, salah satu jenis social anxiety disorder. Dia tidak bisa berkata-kata, hanya menggunakan ekspresi wajahnya untuk menyatakan perasaannya.
Berbicara maksimal satu kata dilakukannya, tapi hanya kepada orang-orang terdekatnya. Begitu bertemu orang lain, bocah delapan tahun ini mengunci mulut.
Keputusan Jayne Dillon untuk memelihara anak kucing pada September 2010 menjadi titik balik bagi perkembangan anaknya. Jess, nama anak kucing itu, segera menarik perhatian Lorcan. "Mereka tertarik satu sama lain. Jess akan merespons elusan dan apa saja yang Lorcan lakukan dengan suaranya," katanya.
Enam bulan setelah kedatangan Jess, Jayne mendengar untuk pertama kalinya suara anaknya dalam tiga kata. Ia tak pernah mendengar dia mengucapkan kata sebanyak itu sebelumnya.
" Mereka bermain dengan mainan favorit ketika Lorcan membungkuk padanya dan hanya berkata, " Aku mencintaimu, Jessi," katanya. Tak hanya itu, ia menambahkan, "Kau adalah sahabat terbaikku."
Meski belum bisa berbicara lancar, kata Jayne, Lorcan mulai tampak percaya diri. Di sekolah, ia mulai berani menunjukkan dirinya dan berbicara satu atau dua kata, hal yang pernah dijumpai sebelumnya.
Lorcan juga mulai aktif secara sosial. Ia diam-diam asyik bermain iPad, sementara ibunya berbicara. Ketika ditanya beberapa pertanyaan sederhana oleh orang lain, meski sesekali ia tak menjawabnya, tapi tak menarik diri seperti sebelumnya.
"Aku tidak tahu apa yang akan terjadi sampai dia memasuki masa pubertas nanti," kata Jayne. Satu hal yang dikhawatirkannya adalah kematian Jess karena usia kucing jauh lebih pendek dari manusia. "Aku hanya berharap Lorcan akan menjadi dewasa pada saat Jess mati."
Kondisi seperti Lorcan, menurut Selective Mutism Information and Research Association (SMIRA), dialami satu dalam sekitar 165 anak-anak di Inggris. Tingkat keparahan gangguan ini beragam. Yang paling berat adalah keengganan anak berinteraksi secara sosial dan menutup diri dari orang lain.
Keputusan Jayne Dillon untuk memelihara anak kucing pada September 2010 menjadi titik balik bagi perkembangan anaknya. Jess, nama anak kucing itu, segera menarik perhatian Lorcan. "Mereka tertarik satu sama lain. Jess akan merespons elusan dan apa saja yang Lorcan lakukan dengan suaranya," katanya.
Enam bulan setelah kedatangan Jess, Jayne mendengar untuk pertama kalinya suara anaknya dalam tiga kata. Ia tak pernah mendengar dia mengucapkan kata sebanyak itu sebelumnya.
" Mereka bermain dengan mainan favorit ketika Lorcan membungkuk padanya dan hanya berkata, " Aku mencintaimu, Jessi," katanya. Tak hanya itu, ia menambahkan, "Kau adalah sahabat terbaikku."
Meski belum bisa berbicara lancar, kata Jayne, Lorcan mulai tampak percaya diri. Di sekolah, ia mulai berani menunjukkan dirinya dan berbicara satu atau dua kata, hal yang pernah dijumpai sebelumnya.
Lorcan juga mulai aktif secara sosial. Ia diam-diam asyik bermain iPad, sementara ibunya berbicara. Ketika ditanya beberapa pertanyaan sederhana oleh orang lain, meski sesekali ia tak menjawabnya, tapi tak menarik diri seperti sebelumnya.
"Aku tidak tahu apa yang akan terjadi sampai dia memasuki masa pubertas nanti," kata Jayne. Satu hal yang dikhawatirkannya adalah kematian Jess karena usia kucing jauh lebih pendek dari manusia. "Aku hanya berharap Lorcan akan menjadi dewasa pada saat Jess mati."
Kondisi seperti Lorcan, menurut Selective Mutism Information and Research Association (SMIRA), dialami satu dalam sekitar 165 anak-anak di Inggris. Tingkat keparahan gangguan ini beragam. Yang paling berat adalah keengganan anak berinteraksi secara sosial dan menutup diri dari orang lain.
No comments:
Post a Comment