Sunday, July 5, 2015

Pasangan ini Akhirnya Bersatu Kembali setelah 50 Tahun Terpisah saat Perang Korea



Penjara Korea Selatan bagai surga dan Korea Utara bagai Neraka. Itulah  perbandingan yang di buat oleh mantan tahanan Korea Utara ketika berkunjung ke Korea Selatan.

Lee Soon-Sang, 89 tahun hidup sebagai tawanan di Korea Selatan diperlakukan tak manusiawi oleh pemerintah Korea Utara dan harus rela berpisah dengan istri tercintanya di Korea Selatan. Kini Lee Soon-Sang telah menemukan kembali cintanya yang terpisah selama 50 tahun. Baca lanjut kisah pilu pasangan suami istri terpisah selama 50 tahun akibat perang di Korea. Dikutip dari liputan6.com

Mereka menikah 60 tahun lalu. Namun, selama setengah abad, Kim yakin suaminya telah tewas, hilang saat bertempur dalam Perang Korea 1950-1953.

Sampai suatu hari, pada Agustus 2004, sebuah panggilan telepon datang dari China. "Aku pikir seseorang sedang berusaha memerasku. Aku banyak menerima panggilan seperti ini dari sana, tapi tak kugubris," kata Kim, seperti dimuat CNN.

Tapi yang itu bukan panggilan biasa. Suara di ujung telepon sana membuatnya terkejut bukan kepalang. Itu suara suaminya.

"Aku bertanya, 'apa kau masih hidup?' Ia menjawab, 'Ya, kau hidup.' Aku juga menanyakan hal-hal lain, ia menjawab semuanya dengan benar. Saat itulah aku tahu, itu semua nyata.

Saat akhirnya bisa bertemu, mereka hampir tak mengenal satu sama lain. "Dia sangat kurus, badannya bergetar," kata Kim. "Aku hanya mengenali hidungnya."

Sebaliknya, Lee mengaku tak percaya, ia melihat istrinya dalam kondisi sangat baik: cukup makan.

"Ia seperti tuan tanah di masa lalu," kata dia. "Semua propaganda, bahwa rakyat Korsel kelaparan sampai mati...Bahwa Amerika mengambil semua beras dan menggantinya dengan tepung busuk...Aku hanya mendengar propaganda semacam itu. Kupikir istriku sudah tiada," kata dia.

Ini adalah pertemuan yang amat mengharukan. "Kami saling berpegangan dan menangis," kata Lee.

Jadi Tahanan di Korut

Lee Soon-sang ditangkap pasukan Korea Utara pada 1953, dua hari sebelum gencatan senjata ditandatangani. Ia menghabiskan waktu 3 tahun sebagai tahanan perang, kemudian dikirim untuk bekerja di tambang batu bara terkenal di Aoji, sekaligus lokasi produksi bubuk mesiu.

Di Korut, ia menikah lagi dan punya sejumlah anak, meski mengaku tak bisa lepas dari kenangan pada keluarga dan kampung halaman di Korsel. "Hidup di Korut sangat sulit," kata dia. "Aku selalu kepikiran pada kampung halaman. Dan meski saat itu aku pikir istriku sudah meninggal, aku merasa, suatu hari nanti aku bisa pulang."

Beberapa puluh tahun kemudian, pada 2004, ia bertemu "broker" -- perantara yang hidup dari kegiatan menyelundupkan orang masuk dan keluar dari Korut. "Ia bilang Kim Eun-hae (istri pertamanya) dan putraku berada di China, mereka punya banyak uang, Mereka bilang, aku harus meminta uang dari mereka dan kembali ke Korut agar hidupku lebih baik.

Saat itu, di usia 77, ia memiliki uang 20.000 won Korut atau sekitar Rp 1.500.000 dari hasil berjualan rokok "Di Korut, jumlah itu sangat banyak. Bisa membeli rumah kecil. Aku memberikannya pada istriku di sana (istri kedua), dan mengatakan 'aku akan memetik jagung, dan akan kembali dalam 2 atau 3 hari'. Begitulah aku meninggalkannya."

Lee mengaku, ia memang berniat kembali ke keluarganya di Korut. Tapi tak bisa dilakukannya.

Dan kini, ia memilih tak bicara tentang keluarga yang ia tinggalkan di Korut. "Aku bahagia sekarang. Dan kau adalah istriku," kata dia pada Kim.

Apapun, Lee telah mengambil pilihan pahit. Menggambarkan banyaknya kehidupan dan keluarga yang terpisah oleh Korea yang terpisah.

Lee kini menghadiri acara makan siang diselenggarakan untuk tawanan perang seperti dia. Dan ia tak sendirian.

Kim Sung Tae meninggalkan putri angkatnya di Korut saat ia lari pada 2001. "Kami tak mungkin bertemu lagi, kecuali terjadi reunifikasi dua Korea," kata dia. Kim kini 81 tahun, dan penyatuan itu tak mungkin terjadi dalam waktu dekat.

Kim juga menggambarkan sulitnya hidup di Korut, terutama saat ia ditahan sebagai tawanan selama 6 bulan. Kurang makan, dikerubuti kutu, dan dipaksa tinggal dalam sel yang hanya cukup untuk dimasuki dalam kondisi berjongkok.

"Saat aku kembali ke Korsel, aku minta dibawa ke penjara di sini, buat perbandingan. Ternyata, bagaikan surga. Penjara Korsel memperlakukan para tahanan lebih baik dari pada Korut memperlakukan rakyatnya."

Menurut Departemen Pertahanan Korea Selatan, 8.343 mantan prajurit telah kembali ke Selatan sejak 1953. Masih ada sekitar 500 tawanan di Korut.

Ssaat ini, ketika usia mereka sudah mencapai 80-an tahun. Nyaris tak mungkin mereka mampu melarikan diri.

No comments:

Post a Comment